Langsung ke konten utama

Membangun Karakter Pada Co Housing

Membangun Karakter Baik



Ketika pemaparan materi oleh founder Mother pekan lalu tentang karakter, sekitar saya teringat sebuah postingan di media sosial yang menceritakan tentang seseorang yang suka membuang sampah pada lahan kosong di samping rumahnya. Lahan itu bukan miliknya, milik orang lain yang belum manfaatkan atau ditempati. Mungkin tak sedikit dari kita yang seperti ini juga dengan asumsi toh lahan kosong juga. Nggak masalah. Duh padahal masalah banget kan, bagaimana seandainya yang punya lahan tidak terima karena tanahnya meski kosong kan bukan tempat pembuangan sampah. 

Tak seberapa lama dari membaca cerita itu saya mengalami sendiri, saat baru saja kami berniat merenovasi rumah yang sudah setengah jadi dan tak terurus beberapa tahun. Betapa kagetnya kami, beberapa bagian keropos karena menjadi aliran air dari tetangga belakang rumah. Hingga saat tukang sudah mulai bekerja, buangan air itu masih seperti semula. Sebelumnya ketika kosong, meski tak dapat memaklumi kami masih memaafkan, tapi saat ini ketika kami akan mengunakan rumah itu, tentu tidak demikian. 

Saat kami berdiskusi dengan tetangga yang lain, sebenarnya sistem pembuangan air ada di depan rumah masing-masing bukan dibelakang seperti tetangga kami itu. Banyak yang merasa dirugikan, namun si dia tetap cuek saja. Hingga akhirnya kami mengalah dan membuat sambungan ke arah depan rumah. 

Kami jadi merenungi peristiwa itu, aturan jelas dan andai dikembalikan pada diri masing-masing, tindakan yang merugikan orang lain itu dilakukan tanpa merasa bersalah sungguh bukan karakter yang baik. Kembali kami meraba pendidikan seperti apa yang sudah dijalankan hingga hal seperti ini masih saja ada. Ah iya, selama ini yang kita berada dalam persekolahan bukan pendidikan. Sekolah yang dijejali dengan aneka pelajaran dan tuntukan mendapatkan nilai yang bagus, naik kelas serta lulus dan berijazah. Hingga tak ada waktu untuk menularkan karakter baik. 

Meski pada kurikulum pendidikan Indonesia tersemat komponen pendidikan karakter atau yang sempat diterapkan dengan tajuk " Pendidikan Berbasis Karakter" namun implementasinya masih jauh dari harapan. Karena sejatinya karakter itu tidak diajarkan tapi ditularkan dengan teladan. Demikian kata mahaguru Institut Ibu Profesional Bapak Dodik Mulyanto. 

Dalam Ibu Profesional, karakter ini sangat dijaga sekali sehingga menjadi bagian dalam pelaksanaan setiap aktivitas baik dalam Institut maupun komunitas. Maka sangat layak ketika menyandang gelar Ibu Profesional, karakter yang dibawakan juga mengikuti keprofesionalan itu sendiri. 

Pada Ibu Profesional, kami saling menularkan karakter baik. Misalnya konsistensi, disiplin, tepat waktu dan banyak lagi. Ini terlihat ketika para Ibu Profesional sedang berkumpul makan yang dibicarakan adalah ide, solusi bukan sekedar ngerumpi. Para Ibu Profesional selalu membawa Core Value :
Belajar 
Berkembang
Berkarya
Berbagi
Berdampak

Begitupun ketika kami bertemu di Hexagon City dan pada masing-masing co housing. Karakter ini harus kami jaga, kami asah dan pertajam sehingga kehidupan bertentanga di co housing tetap berjalan dengan harmoni dan produktif.  Maka pada pekan ini kami rapat RT sembari rujakan, merekap karakter unggulan masing - masing Hexahouse untuk menguatkan proyek yang akan kami kerjakan nantinya. 

Hasil rapat menyepakati poin-poin sebagai berikut :
Resume Rujakan RT
Senin, 26 Oktober 2020 🏘️

A. Goal setting

Women Empowerment and Education Laboratorium
Ialah suatu guidebook sebagai melahirkan acuan para perempuan dalam menjalani fase-fase kehidupannya. Dimulai dari persiapan menikah, proses kehamilan, melahirkan hingga menyusui, lalu mendalami peran sebagai ibu dalam mendidik anak usia dini hingga remaja.

B. Booster Character


Karakter yang mempercepat laju Project Passion sampai tujuan
1. Resilience, Fokus dan Positif, yaitu memberikan perhatian penuh dan positif (Ayie dan Nani)
2. Empati dan peka
3. Jujur, yaitu berani menyatakan apa yang sedang terjadi sesuai dengan keadaan saat itu.
4. Gigih, yaitu memiliki tekad yang kuat, pantang menyerah, konsisten dan disiplin. (Cindy, Arum dan Dyah)
5. Managing work, kemampuan mengolah pekerjaan dengan baik
6. Memiliki daya lenting tinggi, fleksibel
7. Proaktif dan inisiatif, yaitu memulai untuk aktif dalam belajar dan komunikasi (Akhlis)
8. Mandiri dan mampu bekerja sama, bisa menempatkan diri dalam tim.
9. Semangat  ( Fariza )
10. Well-planned dan tepat waktu (Ita)


C. Delay

Hambatan yang memperlambat untuk sampai tujuan adalah kebalikan dari karakter booster yang telah disebutkan, meliputi:
1. Tidak fokus
2.Baper dan mudah mengeluhkan tantangan
3. Mudah menyerah
4. Procrastinate
/menunda-nunda

D. Resiko

Faktor yang berpotensi menghentikan project passion.
1. Kurang kerjasama, tidak kompak
2. Mementingkan diri sendiri
3. Abai dan tidak berperan apapun dalam tim

E. Next topic

Hal yang selanjutnya perlu dibahas dalam grup
1. Timeline project. Setiap anggota boleh mengajukan timeline untuk selanjutnya dibahas dalam grup
2. Tentukan konten materi project, akan disajikan dalam bentuk apa. Apakah narasi, gambar, doodle, infografis, dll.
3. Dimana mengumpulkan materi project
4. Perkenalan anggota, kemarin baru mba Iza, besok kita mulai perkenalan lagi. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...