Langsung ke konten utama

Semakin Yakin dengan Pilihanku

NICE HOME WORK #4

🍀MENDIDIK DENGAN KEKUATAN FIITRAH 🍀

Purnama sempurna, pertanda Ramadhan memasuki masa pertengahan. Alhamdulillah masih diberi kesempatan hingga hari.
Kesempatan mengisi aktivitas ramadhan, kesempatan berada ditengah keluarga juga kesempatan mengunduh ilmu tapi bukan copas ya.

Kali ini tentang mendidik anak dengan kekuatan fitrah.
Teringat beberapa tahun yang lalu, membaca sharing Pak. Harry Santosa di milis yang menumbuhkan rasa ingin tahu lebih banyak lagi.
Hingga akhirnya bertahun setelahnya bisa bertemu sebagai peserta seminar yang beliau sampaikan.

" Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama(Islam) ;(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." 
( Qs Ar Ruum : 30)

Pendidikan sejatinya menyelaraskan kehidupan anak-anak dengan peran (mission of life) untuk mencapai tujuan penciptaan ( purpose of life). Allah memaparkan tujuan diciptakannya manusia dalam Qur'an surah Adz Dzariyat  56 dan juga surah Hud : 61
Untuk menjalankan tujuan itu Allah menjabarkan misi hidup kita dalam
 QS Al Mulk: 2

Tujuan diciptakannya manusia
- Ibadah, Imaroh, Khalifah dan Imamah
Sedangkan Misi personal manusia adalah - Menebar rahmat bagi semesta alam
-Membawa kabar gembira dan peringatan
Sementara misi komunal (jama'ah) adalah menjadi umat terbaik(kairu umamah) dan umat pertengahan (ummatan wasathan)  *1

Maka bagaimanakah pendidikan yang sesuai dengan Fitrah manusia itu?
Setiap anak terlahir dengan Fitrahnya, yaitu suci orang tuanyalah yg menjadikannya nasrani atau majusi pun dengan anak-anak kita, mereka terlahir dengan fitrah kebaikan, maka kita sebagai orang tua yang harus menjaga jangan sampai fitrah itu hilang pada diri anak-anak kita. Mendidik anak menjadi sholeh -solihah sejatinya lebih mudah dibanding mendidik mereka menjadi jahat, mengapa.? Ya karena fitrah setiap anak adalah baik.

Ada fitrah keimanan yang bisa kita ajarkan dengan keteladanan. Makanya jangan mimpi punya anak sholeh ketika kita sendiri tidak sholeh.

Ada fitrah belajar, perhatikan anak balita kita yang selalu ingin tahu. Mengapa karena tiap anak punya potensi untuk belajar. Belajar sesuai dengan yang dibutuhkan bukan yang harus dipelajari.
Perhatikan, ketika anak belajar hanya untuk menghadapi ujian maka sejatinya fitrah belajarnya telah hilang. Maka biarlah mereka belajar sesuai keunikan mereka. Ada yang suka matematik namun tak jarang yang tak suka matematik. Ada yang suka mengambar namun ada juga yang tak suka.

Ada fitrah bakat, bakat adalah anugrah  untuk setiap manusia yang tak selalu harus seragam. Kenali bakat anak dengan pengamatan sejak usia 0- 10 tahun. Apa yang membuatnya melakukan sesuatu dengan easy, enjoy dan excellent.

Ada fitrah perkembangan, seksual, kasih sayang dan pemenuhan kantung-kantung kasih sayang sejak dini sesuai dengan gender.
*2


Dari paparan di seminar yang membuatku semakin terpana, wow …
Ternyata, sebagai Ibu, sebagai orang tua tiada kata sudah selesai dalam belajar.
Terus dan terus mencari ilmu yang dibutuhkan dalam mendidik anak tanpa kenal kata “sudah cukup, begini saja..dari dulu juga orang tua kita mendidik dengan cara ini dan terbukti hasilnya”.


Atau, ya sudah kita serahkan saja sama Allah, mau gimana-gimana juga. Tawakal sajalah….hei, bukannya kita : Ibu dan Bapaknyalah wakil Allah, dalam mendidik anak.


Menjadi orang tua harus punya skill, meminjam pemaparan mbak Pihasniwati, psikolog dari Yogjakarta yang juga dosen UIN Sunan Kalijogo: tindakan prefentif jauh lebih baik daripada ketika kejadian itu sudah menimpa kita dan anak-anak kita.
Butuh energi besar menangani anak-anak yang bermasalah meski masalah itu akarnya jauh ketika mereka masih kanak-kanak.


Anak “nakal”,stess, bahkan depresi bukan saja dominasi keluarga yang retak, keluarga kebanyakan bahkan keluarga yang kita lihat baik-baik saja.
Anak mengalami depresi bipolar bahkan bisa terjadi pada anak-anak yang nampak soleh dan sholihah.


Bukannya nampak jelas disekitar kita, krisis kebahagian, sehingga anak-anak mencari kebahagian di luar rumah dengan berbagai cara.
Kembali kerumah, jadikan rumah sebagai basis pendidikan, tumbuhkan:
Kesehatan
Kebersamaan
Kebahagiaan
Dan kebermaknaan


Karenanya setelah merenung beberapa hari dan Alhamdulillah mendapat kesempatan bertemu dengan mbak Hasni dua hari yang lalu, berdiskusi masalah anak dan problematikanya juga melihat sekeliling, saudara, sahabat, tetangga, teman kerja semakin menguatkan keinginan untuk tetep mengambil jurusan bunda pendidik: pendidikan ibu dan anak, sebagai motivator dan fasilitator


Bukan, bukan sekedar mengharapkan panggung.
Meski dalam sunyi, akan tetap bekerja di bidang ini
Minimal bisa berbagi dengan saudara, dengan sahabat dan teman-teman.
Masih banyak ibu dan orang tua yang harus dibimbing dan tercerahkan.


Pun, untuk saat ini disamping mengajarkan ilmu sesuai dengan tuntutan kurikulum di sekolah.
Ada peluang untuk berbagi dengan anak didik yang notabene memasuki usia paruh kedua pertumbuhan dan perkembangannya, menyadarkan mereka pentingnya persiapan sebagai orang tua kelak.


Cita-cita besar ini tak akan terwujud tanpa bekerja, tak akan pernah ada tanpa memulai, maka salah satu langkah adalah memulai dan konsisten di dalamnya.
Indikatornya jelas
Apakah daftar panjang list yang akan dilakukan sudah diisi dengan konsisten?
Untuk yang pribadi, sudah sejak dulu konsisten dilakukan.
Apakah targetnya terpenuhi?  meski tidak 100%, tapi tidak dibawah 80%.
Bagaimana yang lainnya, ada yang sudah dilaksanakan dan ada yang masih menjadi PR besar.


Setidaknya sejak mengikuti Matrikulasi Ibu Profesional, keluhan anak-anak terhadap bunda yang cerewet dan marah sudah tidak ada lagi.
Kemarin si Bungsu berujar,” Aku tahu mengapa Bunda nggak pernah marah lagi.”
“Apa Dek?”
“Karena Bunda sudah janji sebelum puasa kemarin.”
Nah Bunda, bisa kan tidak marah!


Ketika kita punya keinginan, dan sungguh mengusahakan maka Allah akan menuntun kita pada jalannya.
Demikian, waktu mengiring untuk memahami peran dan Allah menunjukkan jalannya, sehingga jalan itu semakin mengerucut pada satu titik tujuan.


Menyadari akan keberadaan diri, diantara keluarga dan masyarakat, jalan itu semakin mendekat. Bermula dari intens berdiskusi di milis, bertemu maya dengan orang-orang yang punya kapabilitas dalam pendidikan membuatku banyak belajar.
Salah satunya Pendidikan berbasis fitrah, tallents maping, neuroparenting dll.


Kemudian, tawaran menjadi konsulat Rumah Keluarga Indonesia (RKI) hingga mendapat training for trainee (TFT), membuatku tak mampu menutupi binar mata, “aku berada di sini dan bahagia”


Juga, program matrikulasi IIP ini. Pasti bukan kebetulan belaka.
Baru matrikulasi,
Iya, matrikulasi saja sudah  menyadarkan akan banyak hal yang selama ini terabaikan


Semakin menguatkan pijakan kaki, inilah aku, inilah peranku.
Maka, tak lagi sibuk mempertanyakan peran perempuan, tak lagi menarik keluhan banyaknya pekerjaan tugas ibu, tak lagi ribut gugatan Bapak-bapak terhadap ringannya pekerjaan ibu, tak perlu komentar kebutuhan penghargaan, me time, butuh piknik dan sejenisnya.


Bertukar peran? No…!


Karena binar mata saya, seputar pendidikan maka
Misi hidup : memberi motivasi pada ibu dan anak untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik, menemukan perannya dan bangga akan perannya.
Bidang pendidikan : Pendidikan Ibu dan anak
Peran : motivator dan fasilitator


Untuk menjalankan misi tersebut, maka bidang ilmu yang menjadi kurikulum universitas kehidupan sudah sangat relevan.
Maka tahapan ilmu yang harus aku kuasai adalah:

1. Bunda Sayang : Ilmu-ilmu seputar pengasuhan anak
2. Bunda Cekatan : Ilmu-ilmu seputar manajemen pengelolaan diri dan rumah tangga
3. Bunda Produktif : Ilmu-ilmu seputar minat dan bakat, kemandirian finansial dll.
4. Bunda Shaleha : Ilmu tentang berbagi manfaat kepada banyak orang

Milestone


Meski agak malu dan minder...agak lho ya…
Habis masanya sudah lewat, tapi tak apalah
Belajar sambil berbagi
Belajar dan terus melakukan sambil memperbaiki apa yang masih belum benar


Km 0 di usia hampir 45 tahun itu sesuatu banget.
Harus berlari meski nafas terengah-engah.
Semoga nafas masih panjang untuk menyelesaikan semua tahapan ini, meski tiada kata akhir dalam belajar.

KM 0 – KM 1 ( tahun 1 ) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Sayang
KM 1 – KM 2 (tahun 2 ) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Cekatan
KM 2 – KM 3 (tahun 3 ) : Menguasai Ilmu seputar Bunda Produktif
KM 3 – KM 4 ( tahun 4) : Menguasai Ilmu seputar Bunda shaleha

Melihat tahapan ini, banyak yang harus dikoreksi, agar waktu yang ada semakin 
effisien untuk mengejar ketertinggalan.
Daftar aktifitas harian diperbaiki lebih spesifik dan detail serta terukur target pencapaiannya. 

Buku -buku yang baru dibaca sekilas
Harus segera dikunyah ya...

Buku yang satu sudah dibaca, yang satu lagi masih berplastik 😊😊😊

----------------

Referensi: 
Fitrah Based Education, Sebuah model pendidikan. Harry Santosa.Yayasan Cahaya Mutiara Timur. Hal: 14-42







   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...