Langsung ke konten utama

Game Level 5 Hari ke 10

Selama ini kami tak pernah mendokumentasikan proses perjalanan literasi kami, beruntung ada tantangan di game level 5 ini sehingga program literasi bulan maret ini terdokumentasikan.

Setelah terstimulasi dengan baik dan benar, anak-anak akan punya budaya dan kemandirian dalam kegiatan membaca. Kalau sudah seperti ini, tinggal orang tua yang menyediakan sarana membaca, misalnya menyiapkan anggaran untuk membeli buku atau membawa mereka ke perpustakaan. 

Ketoko buku, adalah kegiatan yang menyenangkan

Sejak menutup tivi 5 tahun yang lalu, praktis tiap bulan harus ada anggaran buat membeli buku, meski beberapa buku yang kami beli sesuai anggaran itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan membaca mereka. Kalau sudah begini ke perpustakaan atau ke toko buku sekedar nebeng baca sih oke aja.
Toko buku menjadi tempat refres akhir pekan yang sangat mengasyikan bagi anak-anak. 
Bahkan pernah, karena suatu kebutuhan, saya harus belanja di pusat perbelanjaan. Anak-anak meminta tempat belanja yang ada toko bukunya. Karena anggaran beli buku sudah habis, saya memintanya membaca saja, tidak membeli. Mereka setuju dengan syarat di toko bukunya lama-lama.
Biar tak bosan menunggu bundanya belanja dan bunda tak bosan menunggu mereka membaca serta efisiensi waktu akhirnya saya tinggal mereka di toko buku dengan pesan, jangan kemana-mana sampai bunda kembali.
Rasanya saya belanja terlalu lama, karena beberapa item barang yang susah dicari. Hampir dua jam saya meninggalkan anak-anak di toko buku.
Bergegas saya kembali menemui mereka, namun apa daya..., ternyata mereka masih asyik dan betah membaca. 
Sampai satu jam berjalan, baru saya bisa mengajaknya beranjak dari toko itu.

Menularkan budaya membaca juga mulai kami semai... Dua anak yang di asrama , selalu membawa beberapa buku agar teman-temannya bisa ikut membaca. Terkadang mereka menceritakan sisi menariknya isi buku hingga teman-temannya tertarik.

Jum'at lalu ketika di sekolah si bungsu ada bazar buku, dia membantu menjualkan beberapa buku hingga mendapat hadiah sebuah buku.
Hadiah buku tersebut , dititipkan ke ustadahnya agar jadi inventaris kelas sehingga teman-teman sekelas bisa membacanya.

Meski dirumah ada perpustakaan kecil dan kami sangat ingin membuka taman bacaan kelak namun melatih berbagi dan berkontribusi lebih utama. Ketika ada sebuah taman bacaan yang hendak dibuka dan membutuhkan banyak buku, saya meminta anak-anak menyumbangkan sebagian buku-bukunya. Awalnya berat, tapi akhirnya si bungsu memberikan buku-buku pertamanya seperti buku dogeng odong-odong dan buku-buku balita lainnya.
Mbaknya juga , merelakan buku-buku KKPKnya dan beberapa novel yang kurang menarik baginya meski dengan berat hati.

Harapan kami, semoga budaya baca ini tetap bertahan hingga anak-anak dewasa dan menjadi budaya warisan buat anak cucu kami juga anak-anak dan masyarakat Indonesia. 

Pohon literasi

#bundasayang
#ibuprofesional
#for things to change, I must change first

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...