Langsung ke konten utama

Game Level 5 Hari ke 9

Membangun budaya literasi memang tak mudah, tapi bukan tak bisa. Bukan juga diukur dari cepat-cepatan anak bisa membaca, tapi stimulasi yang tepat dan lingkungan yang mendukung. 
Masih ingat banget bagaimana masa kecilku dulu, hingga akhir kelas 2 SD masih belum bisa membaca. Alhamdulillah, punya guru SD yang sabar dan tidak menjadikan kecepatan membaca sebagai satu-satunya dasar penilaian sehingga tak bisa baca pun masih naik kelas.
Di rumah, kedua orang tua juga tidak panik, marah dan memaksa belajar membaca. Yang kurasakan adalah Bapak yang tetap rajin mendongeng di malam hari sebelum tidur juga aneka buku dan majalah yang akhirnya menjadi motivasi untuk semangat belajar membaca.

Berdasarkan pengalaman masa kecil itulah, stimulasi membaca kuterapkan pada anak-anak. Mendongeng atau bercerita kemudian membacakan buku hingga akhirnya mereka tertarik membaca buku, meski anak-anak lebih cepat bisa membaca buku dibanding bundanya.

Budaya literasi juga kami bangun tidak sebatas membaca buku, sekarang kami berusaha untuk melatih menulis, meski belum maksimal. 
Di awali dari orang tuanya tentunya. 
Abi sudah merintisnya dari sejak muda dulu dengan menjadi redaktur dan penulis pada buletin dakwah. Beberapa tulisannya pernah viral di media sosial dan dibuatkan Ebook.
Beberapa waktu lalu juga diminta menulis untuk diterbitkan menjadi sebuah buku meski masih berupa antologi. 
"Memeluk 3 Bidadari" judulnya yang berisi kisah tentang cinta dan penghormatan pada 3 wanita dalam hidupnya : Ibu, Istri, dan anak perempuannya.
Bunda juga punya antologi puisi bersama beberapa penulis di Kalimantan Timur yang terhimpun dalam grup literasi.
Buku yang Abi-Bunda berpartisipasi dalam kepenulisan meski masih berupa antologi

Pada akhirnya, budaya membaca akan melahirkan budaya menulis, hanya saja membutuhkan waktu dan usaha untuk lebih banyak belajar.
Untuk anak-anak, sesekali memberikan tantangan menuliskan review terhadap buku yang dibacanya. 
Pada si bungsu belum sih, baru diminta menceritakan kembali buku yang dibacanya dengan dipancing pertanyaan seperti , menarik nggak? Apa yang membuatmu tertarik dengan buku ini? Siapa pelaku di kisah ini? Bagaimana karakternya? Dll

Seperti malam ini, ketika bunda mencoba menyodorkan buku tulisan abinya. 
"Wah banyaknya tulisannya," serunya
"Tapi tulisan Abi bagus sih."
"Abi nulis tentang apa sih? Coba gantian bunda diceritain?"
"Abi punya dua tulisan disini, tapi yang satu belum aku baca, ini yang sudah tentang surat Abi pada mbak A, intinya Abi sayang mbak A dan ingin mbak jadi anak yang baik juga hafal Qur'an nantinya.Gitu Bun.... Aku jadi terharu."
Membaca buku tulisan Abi

Yah hanya satu judul yang dibaca, capek banyak banget tulisannya dalihnya.
Lain kali akan dibaca lagi janjinya. Tak lama diambilnya komik favoritnya lalu membaca sampai habis. 
Begitulah...masih komik yang menarik.
Pohon literasinya banyak daun yang berwarna merah.
Tentang warna - warna daun ini, ada beberapa kesepakatan yang akan dijelaskan di tulisan pada hari ke 10 nanti.


#bundasayang
#ibuprofesional
#for things to change, I must change first

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...