Langsung ke konten utama

Game Level 11 Hari ke 5

Presentasi hari ke 5

Pendidikan Seksual Pada Anak Berkebutuhan Khusus

Untuk anak kebutuhan khusus sangat berbeda situasi dan kondisinya, bermacam kondisi fisik dan mentalnya. Namun secara umum, tidak ada keterlambatan dalam kematangan organ seksual, , yang berbeda adalah kondisi kematangan mentalnya, kesiapan menerima informasi mengenai pertumbuhan fisik terkait pertumbuhan seksualnya yang berbeda.
Untuk Global development delay, dan down syndrome, ada perbedaan tergantung jenis persentilnya, ada yg berusia 40 tahun namun kondisi kematangan seksualitasnya secara emosional dan mental masih di usia 25 th. Tapi secara kematangan fisik tidak berbeda. Jadi tumbuh sesuau umurnya.

Bagaimana menjelaskan pd ABK
komunikasi harus dibersamai orang tua.

1. Menggunakan simbol, kinestetik, gerakan tangan mata dan kadang pakai pilihan.
Karena berbahasa dan komunikasi sungguh tantangan berat berbeda dgn anak lain. Kalimat perintah, kemandirian saja sudah susah, bagaimana mau menyampaikan informasi melindungi diri, karena umumnya mereka tdk paham akan kondisi terluka, mereka polos dan umumnya terima saja jika ada bujukan atau intervensi dari orang asing.
Sehingga perlu dukungan orangtua. Herannya bahkan keluarga dekat pun kadang bs jadi predator. Mohon maaf krn kadang kita bs positif namun ttp waspada meski dgn keluarga dekat bukan orangtua seperyi paman/om jauh dsb.
2. Memakai kata sederhana seperti yes ,no.
Teriak, menangis,
Meminta sesuatu, ditunjukkan konsepnya dulu. Bahwa ini sakit ini tidak sakit. Awas jika ada bahaya, mana yg  panas dingin, diasosiasikan dgn sakit. Sering diperhatikan jika anak menangis atau mengeluh, sehingga terbiasa dia bercerita atau mencari orangtuanya saat kurang nyaman. Anak abk tdk bs dipaksa dalam lingkungan tertentu. Jika sering dipaksa maka semakin susah komunikasinya. Dukungan dan pengawasan lebih sangat diperlukan. Kerja lebih banyak. Kesan protektif tapi itu dpt melindungi.

Bagaimana jika ada ABK korban kekerasan seksual dan diasingkan?
Kuatlah dulu dengan orangtua dan keluarga dekat.  Orangtua harus menerima dl kondisi anak, pendidikan juga diperhatikan. Anak biasa saja rentan, apalagi yg abk dan susah melindungi dirinya. Perlu punya kontak kepolisian, harus kuat hukum, lalu diulang pemberian informasinya dibantu therapist atau psikolog jika orang tua tdk mampu.
Jika orang tua tidak mau menerima maka bs dicarikan yayasan yg kiranya memahami ttg anak abk. Anak abk, difabilitas, itu kelompok minoritas yg bahkan kesulitan dideteksi dan dilindungi. Sehingga jika keluarga sebagai pagar terdepan tdk bs ya tdk akan mampu mba. Ini jg mengenai penerimaan dan tingkat keikhlasan dalam mengasuh anak perlu diperhatikan, dukungan masyarakat jg, dimulai dari kita yg tdk melihat aneh jika ada anak ds, lalu menyapa dengan ramah, memuji dan mengapresiasi, jika kita sebagai publik mencemooh maka keluarga sendiri pun akan merasa sebagai keluarga gagal dan mengaggap anak itu memalukan
Dari psikolog pada umur 5 10 15 tetap diajarkan dgn beberapa media, baik visual, kinestetik, ditunjukkan, caranya adalah penunjukkan dengan konsep yg ditanamkan dari usia lebih dini mengenai besar kecil tumbuh tinggi rendah konsep kebalikan, konsep kenaikan, konsep menua, dari berkebun misalnya, tumbuh seperti apa dari kecil jadi besar lalu ada bunga dan berbuah, bisa analogi dengan anak membesar tumbuh lalu nanti perempuan laki laki berpasangan menikah memilki keturunan..ini pekerjaan yg perlu repetisi. Jika konsep paham, maka gaya komunikasi bs dikembangkan sesuai kondisi anak dgn tingkat kebutuhannya yg beda beda juga
Apakah ada ABK menikah?
Tergantung ya untuk genetis. ,Tidak selalu anak abk menikah lalu anak keturunan abk. Bukan itu masalahnya. Masalah ada di pengendalian emosional, post partum depression, kondisi pengambilan keputusan pada orang tua. Mereka umum diajarkan hitam putih, sulit juga di area abu abu. Konflik emosional yg lebih rumit akan susah dijelaskan.sehingga fokusnya bukanlah di hasil keturunan namun bagaimana memandirikan mereka dan kemampuan kematangan emosi keputusan dsb dalam menjalani hidup, dalam mengasuh jika nantinya berkeluarga.

#fitrahsexsualitas
#learningbyteaching
#bundasayanglevel11
#InstitutIbuProfeisonal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...