Langsung ke konten utama

Anak Sembuh, Bunda Sakit

Melatih Kemandirian Anak

Hari ini, untuk pertama kali F masuk sekolah setelah 3 hari absen karena sakit.
Diawali kemarahan menjelang tidur pada malam harinya, dan pertengahan malam terbangun menangis mencari Bunda  karena ditinggal tidur sendiri, bangun tidur pagi ini moodnya masih kurang bagus. Sejak subuh sampai menjelang pk. 06.30 masih belum berajak dari tempat tidur.
“Ntar…” begitu selalu jawabannya.
Sholat subuh, ntar
Mandi, ntar
Sarapan, ntar
Dan tak satupun yang dikerjakan meski jarum jam terus melaju.

“Bunda siapin air panas ya,” akhirnya keluar juga jurus rayuan Bunda.

Cuaca hari ini juga diselimuti mendung dan hujan sisa semalam yang masih awet. Mandi dengan air dari kran PDAM lumayan dingin juga, meski untuk ukuran Balikpapan sebenarnya masih cukup hangat.

Setelah air hangat siap. Si anak masih juga ogah-ogahan ke kamar mandi. Beranjak pelan dan diam di depan kamar mandi beberapa saat lamanya.

“Ayo Nak, airnya sudah siap,” kembali Bunda meningatkan untuk mandi.
“Bukain baju..”

Hemmmmm…..mulai deh.
Bunda mencoba bertahan untuk tidak membukakan bajunya. Dia bisa, hanya enggan saja.

“Adek bisa...Ayo Nak.”

Tetap tak bergeming, sementara waktu terus berlalu.
Akhirnya Bunda nyerah, dibantu membuka baju dan celananya
“Mandiin…..,” serunya lagi

Kali ini Bunda kembali nyerah, dimandiin anak dan disiapin baju biar segera selesai karena dia masih harus sholat subuh yang kesiangan dan sarapan sebelum pergi ke sekolah.

Kejadian pagi berulang lagi dimalam hari.
Setelah jatah main gadget habis, dan meminta penambahan waktu tapi tidak Bunda kabulkan.
Lalu berangkat tidur di kamar Bunda tanpa ke kamar mandi terlebih dahulu.
Tanpa sadar Bunda terpancing dan marah.

“Adik tidak boleh tidur bersama Bunda kalau tidak gosok gigi dan pipis dahulu.”
Diam
“Oke, Bunda angkat ke kamar sebelah ya,” sejurus kemudian Bunda angkat dia ke kamarnya.
“Silakan Adek tidur, dan kalau malam-malam pengen pipis ke kamar mandisendiri ya.”

Si anak, masih tetep teguh dalam pendirian marahnya.
Dalam hati, ada kekhawatiran si anak ngompol atau gedor-gedor kamar di tengah malam minta diantar ke kamar mandi.

Justru Bunda merasa tak tenang, maka setengah jam kemudian.

“Ayo, Bunda antar pipis dan nanti boleh tidur sama Bunda.”

Si anak beranjak ke kamar mandi meski masih dengan marah dan kesal.
Akhirnya diapun tidur bersama Bunda lagi.

Refleksi kegagalan beberapa hari dalam melatih kemandirian ini, adalah
  1. Belum melakukan komunikasi produktif dengan baik.
  2. Fisik yang belum sehat sehabis sakit membuat anak lebih sensitif
  3. Waktu bersama anak berkurang karena Bunda membawa pekerjaan ke rumah, koreksian sedang banyak dan penilaian kurtilas yang wow banget itu.
  4. Gantian Bunda yang kesehatannya menurun.

Balik lagi dan lagi ya...komunikasi produktif.
Caiyo...semangat…!


#Harike 10
#Tantangan10Hari
#Level2
#KuliahBunSayIIP
#MelatihKemandirian

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...