Langsung ke konten utama

Batuk dan Alasan Untuk Tidak Sekolah

Komunikasi Produktif : Negosiasi

Tahun ini si Bungsu memang beralih ke sekolah formal setelah sebelumnya tidak sekolah sama sekali dan hanya belajar di rumah dengan Bunda.
Awalnya sih tidak ada target dia harus sekolah.
Tetiba saja, saat mengikuti Abinya wawancara calon wali murid baru di sekolah yang yayasannya kami kelola, sepulangnya langsung bertekad akan sekolah.
Sayang juga sih, karena seperti mundur beberapa langkah.

Meski begitu, tak selamanya berjalan mulus.
Hari ini dia mogok.
Tepatnya sih, setelah susah payah dibangunkan dengan segala daya upaya akhirnya bangun juga meski gerakan lambat bak kukang di film Zotopia membuat pagi ini sedikit terusik sementara si Abi harus  mengantar dua kakaknya ke asrama tahfidz dan harus berangkat tepat waktu agar tidak terlambat masuk kantor.

"Adek,...ayo cepat sarapannya. Belum mandi lagi. Abi nanti terlambat, Abi harus mengantar mas J dan mbak H juga," kata Abinya sepulang dari ikhtikaf subuh di masjid.
Lalu, mata dari wajah mungil itu berkabut dan muram.
Sarapannya dimakan dengan ogah-ogahan.

"Sudah, Abi tinggal saja," seru Abinya
"Adek tidak mau sekolah?" tanya Bunda
Tanpa jawaban dan hanya bahu yang diangkat sebagai isyarat.

"Adek mau sekolah?" tanya Bunda lagi
Diam. Tanpa jawaban.

"Bunda tidak tahu apa keinginan Adek kalau hanya diam. Tolong katakan pada Bunda apa maunya Adek."

"Nanti, tunggu Abi pergi dulu," jawabnya disertai turunnya tetesan air mata.

Tak seberapa lama, Abinya berangkat mengantar mas J ke asrama takfidznya.
"Sini..katakan pada Bunda apa yang Adek inginkan".

Berajaklah dia ke tempat Bunda lalu duduk di pangkuan dan menangis.
Setelah reda tangisnya.
"Adik tidak mau sekolah ya?"
Dia mengangguk
"Ada sesuatu di sekolah yang membuatmu enggan ke sekolah?"
Diam
"Dimarahi Ustadah?"
Menggeleng
"Ada PR yang kamu belum buat?"
Menggeleng
Dan memang di sekolah kami tidak pernah ada PR sih.
"Trus kenapa?"
"Kan, aku batuk-batuk Bun."
"Oooo batuk, Oke, Adek boleh tak Sekolah dan menamani Bunda di rumah. Adek bisa merawat Bunda juga kan."
Mengangguk. Seketika raut mukanya menjadi sumringah. Moment emas..

"Tetap murajaah hafalan dan nambah satu ayat lagi ya biar tidak ketinggalan dengan teman di sekolah."
"Iya Bun..".
"Baca Buku, tidak main Hp sampai waktu main nanti malam dan jatah main tetap 1 jam."
"Oke..," jawabnya mulai sumringah.
Deal

Tak sampai 10 menit dari pembicaraan tadi
"Bunda...aku masuk sekolah aja ya, belum terlambat kan?"
"Belum, asal Adik mandinya cepat dan persiapannya cepat juga, nanti Abi akan balik pulang lagi ambil mbak H dan adik bisa sekalian bareng ke sekolah."
"Siap Bun."

---------------------
*Lakukan komunikasi produktif, negosiasi yang baik dan hasil akan mengiringi meski hal yang awalnya tak mungkin akan jadi mungkin.

#harike2
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...