Langsung ke konten utama

Hari nan Indah

Komunikasi Produktif  : Seni Berkomunikasi

Sepakat bahwa komunikasi suami istri itu sangat penting, selain menjalin kedekatan fisik dan hati juga sebagai proses saling mengenal sepanjang masa pernikahan.
Tapi tak selalu semua berjalan lancar, ada banyak kendala misalnya waktu yang tidak pas, bingung dengan tema pembicaraan bahkan kadang tidak tahu memulai dari mana.

Dalam materi komunikasi produktif di kelas Bunda sayang, ada kaidah-kaidah yang mesti kita perhatikan agar komunikasi berjalan produktif, bukan sebaliknya yang malah berujung pada pertengkaran.
  1. Memahami kaidah FoE/FoR sehingga tak terjebak dalam kondisi ‘memaksakan” pendapat kita. Juga timbangan Nalar dan Emosi
  2. Clear and Clarify
  3. Choose the Right time
  4. Kaidah 7-38-55
  5. Intensity of eye contact
  6. I’m Responsible for my communications results

Nah, bahan komunikasi banyak ya. Apalagi ketika anak-anak sudah berentetan, pasti anak akan menduduki peringkat teratas bahan obrolan kita meski berbicara “tentang kita” sebagai suami istri juga sangat penting untuk kelangengan suatu hubungan.

Salah satu kendala saya dalam berkomunikasi dulu di awal menikah adalah bahan komunikasi dan seni berkomunikasi.
Hal ini pernah ditulis oleh ustad. Cahyadi Takariawan dalam fanfagenya dan di keluarga.or.id

“Ada sangat banyak tema yang biasanya membuat ketertarikan dan keasyikan bagi laki-laki. Tentu saja setiap laki-laki berbeda, namun ada hal-hal umum yang menjadi kecenderungan laki-laki. Misalnya tema tentang otomotif, olah raga, politik, pekerjaan, buku, teknologi, hobi, dan lain-lain.

Nah hal ini perlu diketahui oleh para istri, bahwa suami memerlukan ‘tema’ tertentu untuk asyik mengobrol. Di rumah, bisa jadi temanya sesuatu yang berbeda. Kalaupun menggunakan salah satu dari tema di atas, itu hanya sebagai pancingan dan permulaan, agar bisa diajak mengobrol menyambung ke tema berikutnya yang dikehendaki oleh istri.

Ini yang namanya seni berkomunikasi dengan suami. Macetnya komunikasi, lebih sering disebabkan kurangnya berseni-seni dan kurang memahami kondisi umum laki-laki.

Bukan karena suami tidak mau mengobrol dengan istri, namun suasana yang terbangun di awal komunikasi sangat menentukan kelancaran komunikasi berikutnya. Jika bisa membuat suami bersuasana good mood, dirinya akan betah mengobrol berlama-lama dengan istri.

Ada sangat banyak cara menciptakan suasana good mood suami. Salah satunya adalah dengan mengajak mengobrol ringan pada tema yang disukainya. Maka cobalah kenali tema apa yang menarik bagi suami anda, maka ia akan asyik mengobrol bersama anda.

Setelah mulai asyik, para istri bisa masuk ke tema yang diinginkannya untuk dibicarakan bersama suami.”

Malam ini, setelah anak tidur kami punya waktu luang untuk berkomunikasi. Terpenuhilah kaidah right time.
Kali ini kami membicarakan bonding dan kesiapan anak masuk pesatren. Beberapa anak kami tinggal di pesantren dan kami juga mengelola asrama tahfidz.

“Bagi anak kita, libur 3 hari tiap dua pekan itu kurang, tapi ada lho wali santri yang bilang liburnya kebanyakan dan keseringan. Menurutnya 1 bulan sekali aja,”suami membuka pembicaraan.

“Nggak kok...ideal itu, biar anak-anak cukup waktu dengan orang tuanya. Bondingnya biar cukup,” jawabku.

Lalu kami, berbeda pendapat mengenai bonding ini. Saya mengartikan bonding dengan sentuhan fisik dan keberadaan anak secara fisik bersama orang tua. Sementara suami memandang bahwa bonding tak sekedar sentuhan fisik tapi bagaimana membuat psikis anak tetap merasa dicintai meski jauh secara fisik.

Kemudian berlanjut dengan diskusi kesiapan anak masuk pesantren. Aku berpendapat bahwa anak baru akan masuk pesantren setelah aqil baliq sementara suami berpendapat, anak masuk pesantren patokanya bukan aqil baliq tapi kesiapan fisik dan mentalnya. Bisa jadi sampai baliq, seorang anak tidak siap dan tidak ingin masuk pesantren, bisa juga sebelum aqil baliq sudah siap masuk pesantren.

Seperti biasa, dalam diskusi sifat ngeyelku tetap ada, tapi ngeyel berbasis ilmu (hua...emang ada ngeyel berbasis ilmu..☺☺) 
Di akhir diskusi, kami bersepakat bahwa tentang kesiapan anak ke pesantren dan tidak akan memaksa anak-anak masuk pesantren.
Dengan bahasa tubuh, kami tutup diskusi malam ini.

Paginya, sebelum ke sekolah aku nitip untuk mengeprint soal.

“Bi, nitip ngeprint ya. Filenya Soal >Soal Tryout 3 SMA > Soal Tryout 2017 paket 1 dan 2. Nanti siang Bunda ambil.”

“Iya, taruh flasdisknya di dekat kunci motor Abi, biar tidak ketinggalan.”

“Oke..”
Kaidah Clear and Clarify done.

Dan siang ini, sebuah pesan di whatsapp tertulis.
“ Sudah dimana Yang?”

Wow….melambung dah. Wajah jadi berseri-seri.
“Masih di km. 15 nanti kalau sampai kantor Abi, Bunda telp ya,” jawabku.

Saat bertemu, raut wajah dipasang semanis mungkin. Tak lupa kuucapkan terima kasih sambil kupengang tangannya.
“Nanti sore iftor( buka puasa) diluar yuk,” ajaknya.
“Wah, oke banget. Bunda ke Sekolah dulu rapat pekanan, setelahnya jemput F ya Bi. Sampai ketemu nanti jelang Maghrib."

Hari ini indah rasanya.
Tantangan hari ke 15 yang berakhir dengan indah. Semoga terus berlanjut hingga hari-hari ke depan.

#harike15
#gamelevel1
#tantangan15 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...