Komunikasi Produktif : Seni Berkomunikasi
Sepakat bahwa komunikasi suami istri itu sangat penting, selain menjalin kedekatan fisik dan hati juga sebagai proses saling mengenal sepanjang masa pernikahan.
Tapi tak selalu semua berjalan lancar, ada banyak kendala misalnya waktu yang tidak pas, bingung dengan tema pembicaraan bahkan kadang tidak tahu memulai dari mana.
Dalam materi komunikasi produktif di kelas Bunda sayang, ada kaidah-kaidah yang mesti kita perhatikan agar komunikasi berjalan produktif, bukan sebaliknya yang malah berujung pada pertengkaran.
- Memahami kaidah FoE/FoR sehingga tak terjebak dalam kondisi ‘memaksakan” pendapat kita. Juga timbangan Nalar dan Emosi
- Clear and Clarify
- Choose the Right time
- Kaidah 7-38-55
- Intensity of eye contact
- I’m Responsible for my communications results
Nah, bahan komunikasi banyak ya. Apalagi ketika anak-anak sudah berentetan, pasti anak akan menduduki peringkat teratas bahan obrolan kita meski berbicara “tentang kita” sebagai suami istri juga sangat penting untuk kelangengan suatu hubungan.
Salah satu kendala saya dalam berkomunikasi dulu di awal menikah adalah bahan komunikasi dan seni berkomunikasi.
Hal ini pernah ditulis oleh ustad. Cahyadi Takariawan dalam fanfagenya dan di keluarga.or.id
“Ada sangat banyak tema yang biasanya membuat ketertarikan dan keasyikan bagi laki-laki. Tentu saja setiap laki-laki berbeda, namun ada hal-hal umum yang menjadi kecenderungan laki-laki. Misalnya tema tentang otomotif, olah raga, politik, pekerjaan, buku, teknologi, hobi, dan lain-lain.
Nah hal ini perlu diketahui oleh para istri, bahwa suami memerlukan ‘tema’ tertentu untuk asyik mengobrol. Di rumah, bisa jadi temanya sesuatu yang berbeda. Kalaupun menggunakan salah satu dari tema di atas, itu hanya sebagai pancingan dan permulaan, agar bisa diajak mengobrol menyambung ke tema berikutnya yang dikehendaki oleh istri.
Ini yang namanya seni berkomunikasi dengan suami. Macetnya komunikasi, lebih sering disebabkan kurangnya berseni-seni dan kurang memahami kondisi umum laki-laki.
Bukan karena suami tidak mau mengobrol dengan istri, namun suasana yang terbangun di awal komunikasi sangat menentukan kelancaran komunikasi berikutnya. Jika bisa membuat suami bersuasana good mood, dirinya akan betah mengobrol berlama-lama dengan istri.
Ada sangat banyak cara menciptakan suasana good mood suami. Salah satunya adalah dengan mengajak mengobrol ringan pada tema yang disukainya. Maka cobalah kenali tema apa yang menarik bagi suami anda, maka ia akan asyik mengobrol bersama anda.
Setelah mulai asyik, para istri bisa masuk ke tema yang diinginkannya untuk dibicarakan bersama suami.”
Malam ini, setelah anak tidur kami punya waktu luang untuk berkomunikasi. Terpenuhilah kaidah right time.
Kali ini kami membicarakan bonding dan kesiapan anak masuk pesatren. Beberapa anak kami tinggal di pesantren dan kami juga mengelola asrama tahfidz.
“Bagi anak kita, libur 3 hari tiap dua pekan itu kurang, tapi ada lho wali santri yang bilang liburnya kebanyakan dan keseringan. Menurutnya 1 bulan sekali aja,”suami membuka pembicaraan.
“Nggak kok...ideal itu, biar anak-anak cukup waktu dengan orang tuanya. Bondingnya biar cukup,” jawabku.
Lalu kami, berbeda pendapat mengenai bonding ini. Saya mengartikan bonding dengan sentuhan fisik dan keberadaan anak secara fisik bersama orang tua. Sementara suami memandang bahwa bonding tak sekedar sentuhan fisik tapi bagaimana membuat psikis anak tetap merasa dicintai meski jauh secara fisik.
Kemudian berlanjut dengan diskusi kesiapan anak masuk pesantren. Aku berpendapat bahwa anak baru akan masuk pesantren setelah aqil baliq sementara suami berpendapat, anak masuk pesantren patokanya bukan aqil baliq tapi kesiapan fisik dan mentalnya. Bisa jadi sampai baliq, seorang anak tidak siap dan tidak ingin masuk pesantren, bisa juga sebelum aqil baliq sudah siap masuk pesantren.
Seperti biasa, dalam diskusi sifat ngeyelku tetap ada, tapi ngeyel berbasis ilmu (hua...emang ada ngeyel berbasis ilmu..☺☺)
Di akhir diskusi, kami bersepakat bahwa tentang kesiapan anak ke pesantren dan tidak akan memaksa anak-anak masuk pesantren.
Dengan bahasa tubuh, kami tutup diskusi malam ini.
Paginya, sebelum ke sekolah aku nitip untuk mengeprint soal.
“Bi, nitip ngeprint ya. Filenya Soal >Soal Tryout 3 SMA > Soal Tryout 2017 paket 1 dan 2. Nanti siang Bunda ambil.”
“Iya, taruh flasdisknya di dekat kunci motor Abi, biar tidak ketinggalan.”
“Oke..”
Kaidah Clear and Clarify done.
Dan siang ini, sebuah pesan di whatsapp tertulis.
“ Sudah dimana Yang?”
Wow….melambung dah. Wajah jadi berseri-seri.
“Masih di km. 15 nanti kalau sampai kantor Abi, Bunda telp ya,” jawabku.
Saat bertemu, raut wajah dipasang semanis mungkin. Tak lupa kuucapkan terima kasih sambil kupengang tangannya.
“Nanti sore iftor( buka puasa) diluar yuk,” ajaknya.
“Wah, oke banget. Bunda ke Sekolah dulu rapat pekanan, setelahnya jemput F ya Bi. Sampai ketemu nanti jelang Maghrib."
Hari ini indah rasanya.
Tantangan hari ke 15 yang berakhir dengan indah. Semoga terus berlanjut hingga hari-hari ke depan.
#harike15
#gamelevel1
#tantangan15 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#gamelevel1
#tantangan15 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar