Langsung ke konten utama

Mengenal Rasa


Komunikasi Produktif : Mengenali Rasa

Akhir pekan yang semarak, anak-anak datang dari asrama untuk libur dua pekanan.
Biasanya rumah akan riuh, anak-anak yang berceloteh ini itu , juga aneka perizinan mulai dari izin nonton, izin main game, izin mau mandi bahkan izin ketika hendak makan.
Bertanya ini itu dan ditimpali omelan Bunda yang panjang pendek.

Inilah rumah 
Rumah yang ada anak-anaknya. Hidup dan penuh kesyukuran. Betapa banyak keluarga yang justru merindukan suasana seperti ini. 
Baru 3 orang belum lagi kalau ke 7 nya berkumpul di rumah. Lebih ramai lagi tapi membahagiakan.

Selepas maghrib, si mbak bercerita panjang lebar. Ini kesempatan langka, karena satu gadis ini sangat istimewa, kelemahan bahasa lisannya membuatnya jarang berbicara, sensitif dan sering berburuk sangka.
Dengannya, masalah komunikasi paling sering terjadi.
Salah pengertian, sikap tubuh yang tak layak, keluhan dan gerutuan sering menghiasi pembicaraan diantara kami.
Kalau sudah begini , Bundanya jadi terpancing untuk marah.

"Bunda, aku tadi pagi diajak Nobar lho...seru. Itu film Duka Sedalam Cinta lanjutannya Ketika Mas Gagah Pergi."
" Oya...Seru ya, " Bunda menampakan minat. Meski berita nobar ini sudah Bunda ketahui dari grup wali santri.
"Mas Gagah dan Dek Manisnya meninggal ya..?"
"Kok Bunda tahu, sudah nonton juga ya..?" tanyanya.
"Belum, dapat cerita dari Ustadah Lusi yang sudah nonton Jum'at kemarin."
"Iya, bener. Sedih tahu Bun..kita aja sampai nangis."

Bla...bla...diceritakan dengan singkat jalan cerita dari film tersebut, bagian mana yang membuat sedih, lucu dan lainnya.
Mendengarnya menangis saat nonton film ini ada yang beriak dalam hati Bunda.
Kemajuan... Ini anak, yang paling lempeng. Jarang nangis, tak ada rasa takut dan hanya ada satu emosi yang paling sering dinampakkan. Marah.

"Habis nonton kita di traktir makan di MD sama Ustadah yang ngajar tahsin. Aku gak habis sih...sisanya kubawa pulang ke asrama. Dimakan lagi sore hari tadi. Eh kita juga ditraktik es krim.
Mahal kali ya Bun es krim di MD."
"Enak dong.... Nggak juga sih, es krimnya standar aja. Tapi kalau anak segitu banyak ya lumayan.
Baiknya yah ustadahnya."
"Iya...sudah beliin tiket nonton , traktir makan lagi."

"Mbak, enak mana sih ayam KFC sama MD?" tanya Bunda.
"Eeem Gak tahu," jawaban standar seperti biasa.
"Mbak H kan sudah merasakan keduanya, menurut mbak enak yang mana, kalau Bunda kan belum pernah?"
"Enak yang MD sih Bun."
"Nah tahu kan beda rasanya."
"Iya....."

Dalam hati Bunda bersorak. Bisa nih di lanjut dengan masalah kemarin.
Dua pekan lalu saat akan kembali ke asrama, si anak ditanya sama Abinya perlengkapan apa saja yang dibutuhkan.
Jawaban standarnya "Nggak tahu."
Saat itu hati Bunda sudah geregetan...keperluan sendiri saja tidak tahu. 
Ini sudah sering terjadi, dan belum bisa berubah dari dulu.

Tiga hari kemudian, ada wa yang isinya meminta diantarkan perlengkapan buatnya ke asrama.
Saat itu kami sedang sibuk-sibuknya dengan banyak agenda sedangkan permintaanya tersebut sangat urgent sekali. Bunda sempatkan belanja perlengkapannya dan Abinya menyisihkan waktu untuk mengantarkannya.
Bunda menahan rasa marah dalam hati, selalu begini, nanti ya kalau pulang anak ini harus diberi pelajaran agar tahu kesalahannya dan tak berulang terus menerus.

Begitulah orang tua, waktu berlalu dan rasa marah itu lumer bak coklat kena panas.
Tetep manis kan..
Dengan duduk berhadapan, Bunda pengang tangan dan tatap matanya.

"Mbak H sebenarnya tahu apa yang mbak rasakan kan...latih terus ya, jangan biasakan menjawab tidak tahu."
"Iya Bun.."
"Seperti juga, mbak H tahu yang mbak butuhkan...jadi sebelum pulang dan balik ke asrama...ditandai apa saja yang mbak butuhkan biar sebelum balik bisa kita cari sama-sama."
"Oke Bun.."
"Siip, ayo kita buang jawaban tidak tahu pada tempatnya. Siap berubah..?"
"Siap..!"

Lega... Memang benar, latih dan terus berlatih. Apa yang nampak sulit akan menjadi mudah. Apa yang tak mungkin akan menjadi mungkin . Selama ini, Bunda hampir menyerah menghadapi yang satu ini, biarlah apa adanya begitu.
Tetep, butuh kesabaran dalam prosesnya karena bisa jadi berubah itu tak semudah membalik telapak tangan.
Bukankan pengasuhan dan pendidikan itu ibarat menanam pohon, tak layak mengharap segera memanen hasil sementara proses perawatannya belum maksimal.


#harike10
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif


#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...