Komunikasi Produktif
Jika ada pertanyaan bagaimana komunikasi suami istri ? Maka akan saya jawab, sebagai pasangan kita tak selamanya mulus dalam berkomunikasi. Pernah juga mengalami hambatan komunikasi. Terutama di awal pernikahan.
Sebagai pasangan yang menikah hanya dengan bekal selembar biodata, kesulitan berkomunikasi sering kami alami. Bahkan dulu saya sering menghindar , misalnya nih ketika suami pulang istirahat siang dari kantor dalam hati sudah ngedumel, ngapain sih pulang...kesendirianku seolah terusik ditambah kebingungan mau ngomong apa dengannya. Sampai suami berkesimpulan istrinya pendiam banget.
Hingga suatu waktu dia sadar, kayaknya kita butuh ngomong deh.
Apakah saya pendiam, tidak. Hanya belum tahu cara mengungkapkan perasaan, pemikiran dan segala keinginan padanya.
Menumpahkannya dengan cara menulis, yang kadang jika urgent dikirim ke dia dan kadang cukup disimpan saja. Ketika pas tanggal dan bulan pernikahan kami, kita saling berbalas surat. Kalau sekarang cukup ditulis di whatsapp.
Seiring berjalannya waktu, komunikasi semakin lancar dan intens. Belum sempurna memang karenanya masih terus semangat belajar untuk menjadi lebih baik lagi.
Sebagai orang yang terlahir di pulau Jawa sebelah timur, tentu cara berbicara ku tak selembut suami yang memang terlahir di Yogja dengan lingkungan yang mendukung untuk bertindak lembut dan santun. Meski suami besar di Kalimatan Selatan tapi budaya Jawanya masih kental banget.
Maka dalam keseharian, suami lebih lembut ngomongnya dibanding denganku yang Jawa Timurannya lebih dominan.
Tantangannya masih seputar bagaimana menyelaraskan FoE/FoR kami.
Sampai hari ini pun.
Kemarin ketika kami naik angkot sehabis jogging, karena ingat sesuatu aku berseru lebih keras.
“Bun, jangan kenceng-kenceng ngomongnya,” tegurnya lembut.
Tapi, karena momentnya tidak pas, teguran itu terasa menyakitkan. Sepanjang perjalanan menjadi tidak nyaman. Sesampainya di rumah, nangis sesenggukan sampai lama.
Suami hanya diam, karena sudah tahu dalam kondisi seperti ini tidak akan menjadi lebih baik dengan dialog.
Baru pagi ini kami bahas.
“Jelang haid ya Bun, kom kamu nangis gitu?”
“Mungkin ya, kok Bunda jadi sensitif,” jawabku.
Diawal menikah, suami sudah mendapat informasi jika istrinya menjelang haid jadi sensitif, emosi tak stabil dan biasa di ekspresikan dengan marah atau lebih galak dari sebelumnya kalau tidak ya dengan menangis meski hanya karena hal - hal yang kecil.
“Abi juga, masak negur Bunda di angkot gitu.”
“Lha Bunda ngomongnya kenceng banget, kasihan kan sopirnya.”
“Bunda tuh ekspresif Bi, karena ingat sesuatu. Spontan gitu.”
“Iya deh...maaf.”
“Abi, Bunda tuh jadi terbiasa ngomong kenceng, ini saja di sekolah anak-anak masih protes, dibilang ustadahnya kalau nerangkan lembut banget sampai pengen ngantuk.”
“Maaf juga ya Bi, kalau selama ini suara Bunda masih terdengar mengelegar kalau di rumah.”
“Maaf juga, kalau Bunda masih banyak ngomelnya ke Abi dan anak-anak.”
Dan, bahasa tubuh kami yang bicara, bahwa kami saling memaafkan.
#harike14
#gamelevel1
#tantangan15 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
#gamelevel1
#tantangan15 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komentar
Posting Komentar