Langsung ke konten utama

Sepatu dan Celana

Komunikasi Produktif : Menjaga Komitmen

Hari ini blank, sampai sore ini belum ada ide menulis apapun.
Pertama, karena kami tinggal berdua saja di rumah, dan selama ini praktek komunikasi berpusat pada si Bungsu.
Kedua, setelah kemarin seharian beraktifitas dan sore menjelang malam hari baru masuk rumah, otomatis waktu bersama anak hanya tersisa sedikit di penghujung hari.
Itupun di warnai dengan ngambeknya si Bungsu.

Baiklah, menuliskan ngambeknya si Bungsu saja karena masih terkait dengan komunikasi produktif juga.

Sudah menjadi kesepakatan kami bahwa Adik ke kamar mandi sendiri , tanpa meminta diantar lagi. Begitupun tidur malam hari tanpa Bunda lagi, setelah 10 hari nanti, proposal pengajuan pembelian sepatu akan kami penuhi. Meski belum berjalan mulus, tapi kesungguhannya patut kami apresiasi. Juga kesediaan kembali ke titik 0 jika melanggar kesepakatan meski satu malam saja.
Beberapa hari sebelum Abinya dinas, masih meminta ditemani Abi.

"Kan sama Abi, bukan Bunda," alasannya.

Bener sih, niat awal kami memang melatihnya tidur lepas dari Bunda serta mendekatkan si 7 tahun ini pada Abinya sehingga intensitas kedekatannya lebih besar ke Abinya sesuai dengan fitrah perkembangan. 
Alhamdulillah, sudah tak meminta tidur sama Bunda meski Abi tak di rumah.

Malam ini, tiba-tiba dia mengajukan permintaan. 

"Bunda, aku juga minta belikan celana ya."
"Kan kesepakatan kemarin sepatu Dek, bukan sepatu dan celana, " jawab Bunda.

Bunda tahu celananya memang sudah tak layak meski masih bisa dipakai. Tapi kami mengajari untuk tidak semua yang diinginkan terpenuhi seketika serta patuh pada kesepakatan.

"Coba Adik pikirkan mana yang lebih dibutuhkan, sepatu apa celana?"
"Dua-duanya, " jawabnya.
" Mana yang sangat Adik butuhkan sekarang?"
Diam
"Baiklah, Bunda bantu ya.. Sepatu masih bisa dipakai sih...kan hanya dipakai berangkat dan pulang sekolah. Disekolah di lepas, iya kan....
Kalau celana, Adik memang butuh karena warna putihnya sudah jadi coklat dan sudah berusaha Bunda cuci masih belum lebih baik.
Tapi kita hanya punya satu pilihan yang boleh dibeli terlebih dahulu."

Diam, raut wajahnya sudah mulai berubah. Matanya mulai berkaca-kaca
Baiklah ini tak bisa diteruskan. Pembicaraan ini tak akan efektif karena salah satu dari kami mulai tak merespon dengan baik.
Kelelahan fisik setelah seharian di luar rumah juga menjadi penyebab emosi terganggu.

"Oke, nanti Bunda bicarakan dengan Abi dulu setelah Abi pulang dari Jakarta ya."

Beberapa bulir air mata jatuh.
Mencoba memelukpun ditepiskannya
Dia marah... 
Biasanya Bunda akan bertanya, mengapa dan bla...bla...bla...
Tapi itu tak akan menyelesaikan masalah.

"Adik capek , istirahat saja ya."

Keluar dari kamar, Bunda biarkan saja..dia butuh waktu. Biasanya setelah beberpa saat akan membaik dan Bunda akan mendekat serta memeluknya atau dia yang datang mendekat.

Tapi setelah 15 menit berlalu, tak ada respon apupun 
Bunda keluar kamar dan melihatnya terlelap di karpet ruang tengah.
Dia memang lelah. Istirahatlah Nak, semoga esok lebih baik.




#harike9
#gamelevel1
#tantangan10 hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jurnal Refleksi Pekan Ketiga

   Pada pertemuan ketiga workshop fasilitator A Home Team kali ini semakin seru saja. Sesuai komitmen yang sudah saya buat pada awal pertemuan, bahwa hari Selasa malam adalah waktu khusus untuk hadir pada zooming A Home Team fasil.Kali ini saya bisa hadir tepat 5 menit sebelum acara dimulai. Yeiii kemajuan! Apa yang menarik pada pertemuan kali ini? Tentu saja permainannya. Saya semakin antusias mengikuti permainan pada sesi kali ini. Diawali dengan check-in yang seru, tentang hal-hal yang mengganggu dan ingin diubah selama ini. Wah surprise, dapat giliran setelah Mbak Mesa. Hmmmm, hal yang ingin ku ubah adalah sifat menunda-nunda. Seperti ini nih, menulis jurnal di akhir waktu menjelang deadline. Namun, bagian ini sudah dijawab oleh Mbak Mesa, jadi saya ambil hal yang mengganggu adalah susahnya bersikap asertif atau menolak. Cocok kan, dua hal yang menjadi hambatan terbesar adalah suka menunda dan tidak bisa menolak. Akibatnya, ya… . Begini deh! Selain check-in, peserta juga m...

A Home Team, Keluarga di Pertemuan Pertama

A Home team, rasanya sudah lama mendengar title ini. Beberapa kali founder Ibu profesional membahas tentang A Home team. Idealnya sebuah keluarga adalah sebuah team. Bahkan team dengan kualitas A. Pertanyaannya seperti apa keluarga dengan kualitas A itu? Bagaimana cara membentuk keluarga dengan kualitas A? Pertanyaan ini yang selalu berulang menggema di pikiran. Hingga saya bergabung di tim nasional dan bertemu dengan Mbak Ratna Palupi. Saya sering mendapatkan informasi seputar A Home Team. Sebuah program inovasi yang ada pada Ibu Profesional. Tapi informasi itu semakin membuat penasaran. Ketika bertemu dengan Mbak Ratna di Konferensi Perempuan Indonesia di Batu––Malang pada Februari lalu dan ngobrol sedikit tentang A Home Team, semakin menarik untuk mengetahui seperti apa program inovasi yang satu ini. Pas banget saat itu Mbak Ratna bilang bahwa A Home Team membuka kelas. Saat yang ditunggu pun tiba. Begitu ada pendaftaran recruitment A Home Team, meski saat itu saya sedang keliling b...

Jurnal A: Kerumunan atau Tim

    Selasa yang ditunggu, ada kelas A home team tentu saja. Pertemuan kali ini dipandu oleh moderator dari jauh, Rifina Arlin. Sebelum membahas materi tentang kerumunan atau tim, terlebih dahulu kita diajak untuk check-in. Check-in, Cuaca dalam Keluargaku Check in selalu menjadi momen yang seru karena peserta langsung bisa face to face dengan peserta lain di breakout room. Selain bisa mengenal lebih dalam, proses diskusi juga lebih interaktif. Kali ini di breakout room sudah ada teman main Mbak Rahmani Kartika Ayu dan Mbak Cantia Rasyiqa. Check ini dimulai dari aku… iya harus gercep karena waktu yang diberikan hanya sedikit. Aku menggambarkan cuaca keluargaku seperti musim dingin. Kali aja mirip dengan musim hujan akhir-akhir ini di kotaku. Dingin bukan berarti tidak saling bertegur sapa lho…, dingin yang aku maksud adalah sepi karena anak-anak sudah tidak ada di rumah, tinggal berdua saja dengan pak suami dan kalau siang ditinggal kerja. Sebagai keluarga dengan banyak anak, ...